Sejak di play group atau taman bermain, anak umumnya sudah diperkenalkan pada kegiatan seni yang sederhana. Mulai dari mewarnai, menggambar atau membuat kolase atau tempel-tempelan. Tapi benarkah aktivitas seni merangsang daya kreatifitas anak? Apakah hanya kegiatan seni yang punya peran merangsang kreatifitas anak?
Alangkah bangganya Nadira pada perkembangan putrinya, Nalwa (4 tahun) yang kini sudah pandai mewarnai dengan rapi dan indah. Memang sejak usia 3 tahun, Nalwa sudah dimasukkan ke taman bermain yang kebetulan dekat rumah. Alasannya, agar Nalwa punya kegiatan dan tidak hanya ngendon di rumah yang tidak membuatnya kreatif.
Kini alasan itu terbukti. Jika Nalwa mewarnai tidak ada lagi wama yang keluar dari garisnya. Selain itu dia juga terlihat mahir memainkan padanan warna bahkan tebal tipis nya pun sudah dikuasainya. “Duhh… cantiknya gambar putri mama,” seru Nadira begitu Nalwa memperlihatkan gambar bunga dan kupu-kupu yang bare saja selesai diwamainya Sejak pandai mewarnai, dalam pandangan Nadira, banyak kemajuan yang telah di capai oleh Nalwa.
Jika melihat kertas kosong inginnya selalu menggambar. Tak hanya itu, Nalwa jarkan untuk berpikir dan mengolah masalah dari sudut seni yang tidak kaku, terbuka terhadap berbagai masukan, sehingga dapat menyelesaikan masalah dengan cara yang unik. “Seni mengajarkan anak pada keleluasaan cara berpikir, ide-ide kreatif hingga memandang sesuatu dari yang orisinal, bahkan kemampuan untuk mencari penyelesaian masalah atau problem solving,” urai Rosdiana.
Namun disayangkan Rosdiana, banyak orang yang hanya terpaku pada kegiatan seni saja untuk merangsang kreatifitas anak. Dukungan dari lingkungan, katanya, juga sangat berperan dalam membangun pondasi kreatifitas ini. “Kegiatan lain seperti olah raga, bela diri, dapat mengajarkan anak untuk mengendalikan emosi,” papar Rosdiana yang aktif di Klinik Mutiara Gading, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Seri bela diri dapat mengolah emosi terutama bagi anak yang pemarah, tidak sabaran atau cengeng.
Seni bela diri seperti pencak silat atau taekwondo dan sejenisnya juga memiliki pengaruh besar dalam menyalurkan amarah dan rasa malu. Kedua seni ini sama-sama mengajarkan kebersamaan, kerja sama dan pengendalian diri.
Dengan dukungan dan rangsangan penuh dari lingkungan, maka kreatifitas anak akan muncul. Contohnya, jika anak memilih wama kuning atau coklat pada daun yang akan -diwamainya, jangan salahkan atau langsung menyuruhnya mengganti dengan warna hijau. Barangkali anak sedang berimajinasi bahwa tidak semua daun berwama hijau. Memaksanya untuk mengganti karena beranggapan bahwa wama daun harus hijau, sama artinya memasung kreatifitasnya. Pada akhirnya jika hal itu sering Anda lakukan, kreatifitas anak akan terhenti. “Malas ah, paling nanti mama akan menyalahkan.”
Banyak manfaat yang dapat diambil dari kegiatan seni. Manfaat tersebut tentunya akan berguna juga dalam kehidupan sehari-hari. Kesuksesan anak tidak hanya di ukur dari skor IQ yang tinggi saja. Kehidupan ini tidak di nilai oleh IQ tapi lebih pada kecerdasan seseorang dalam mengolah diri dan lingkungannya Oleh karena itu saran Rosdiana, amat menyedihkan jika anak yang cerdas tidak diberi sentuhan seni. Rosdiana mengakui berdasarkan penelitian, anak yang tumbuh tanpa dibarengi dengan kemampuan seni maka kehidupannya akan menjadi gersang. Anak menjadi kaku, ddak hanya dalam berinteraksi dengan lingkungan tapi juga dalam memandarig persoalannya. “Prosentase keberhasilan seseorang 77 hingga 80% ditentukan oleh Emosional Quation-baru selebihnya Intelegence Quation,” tegasnya. Jika penelitian berkata demikian akankah Anda berpikir sempit tentang ragam kreatifitas seni?